Sendiri menerima satu nasib
Sembunyi dari pandangan hidup
Penerima takdir sendiri banyak menyembunyikan
Nasib tersendiri bagi-bagi sunyi
Saya termasuk penyuka sunyi
Sembunyi berteman para pelupa daratan
Melibatkan tenda-tenda darurat untuk berkemas
Tak sembunyi untuk kepekatan
Wajah polos senyum tulus bersembunyi
Dimana membeli biar tak sunyi
Dengan dibeli biar kau berkata aku ada
Terlanjur sunyi sembunyi dari sunyi
Lari takut dikejar tubuhnya
Badan yang terbuat dari komponen ingatan
Sembunyi mencari sunyi
Kesunyian punya lesung sendiri
Sunyi duduk di hitam adukan kopiku
Selintas banyak burung bertengger
Bulu sayapnya satu paruhnya sembunyi
Kopiku air putih seperti air mineral
Sidoarjo, 12 Maret 2020
Relung Dumilah
Sebuah lorong tak tembus ada besar pelita
Dia pemberi apapun atas segala
Pimpin ubun lewati bulat dunia
Tugasmu akal demikian bukti sang maha
Kita berkendara melewati lubang jarum
Dari lubuk relung sarang penyamun
Kepada semua hati sesungguhnya hanya satu
Suatu hubungan melebur dari ada puncaknya tiada
Bercumbu lebih penting dari adik manis yang datang menggoda
Getaran gelombang lapisan terasa lembut
mengayun dengan busana indah enak dipandang
Diamlah lelaki setengah baya
Melangkah terjinjit tanpa suara
Memasuki laku lalu saya dan Dia menghentikanku
Sampai depan pintu tak jadi mengetuk
Selepas ketiadaanku pentingkah lagi aku menulis
lantas saya ini kasih dan sayang
Ing dalem sawiji kekasih berbisik jelas sejelas beduk dhuhur jam dua belas
seterang siang mentari berada diatas kepala
Melihat adalah ujian sangat berat
Saya adalah Dia yang berpura-pura
Dan senyum menghiasi waktu
Ketika ingat ini adalah rotasi lelucon
Ketenangan bukan sunyi ataupun sendiri dia bersifat tak terhitung namun senyawa
ini hanya contoh sebuah kalimat
kau bisa mengubah jadi tempatmu.
Trenggalek, 20 november 2019
Kepada Gugurnya Kecemasan
— Segurat catatan di ketiak. Tugas-tugas melambat dari bulu ke hulu. Seseorang mengira dirinya korek api atau kemandirian yang hampir habis. Ketinggian udara, air laut dan roda tak mau pulang, karena pulau-pulau memanggilnya. Mengeluh atas masalah dianggap dosa. Menjadi kau akan sulit, menebus masa depan demi kenangan. Lalu orang atas seseorang menjadi prakiraan cuaca. Salah akan dirinya
— Tetes gerimis menetaskan anak-anak riang.
Genggam nadi tanganku sebanyak itulah dia menyebutmu (hitung denyutnya), putri dari kuda-kuda hitam dan cokelat. Mereka ingin sekali tuli, sebab pisau-pisau dari syairmu selalu menyayat. Mengelabui kaki dari salah alamat. Sebentar, aku mau menikmati kopi. Rasa itu mengental bernada namun tak bersuara. Sebentar, aku ingin menghadirkanmu di jendela belakang rumah.
Saya ingin diperdengarkan tapi belum berselera untuk dihujam.
— Kembali ke Yogya sebagai halaman di luar buku. Tabloid dan koran masih sanggama dalam pikiran. Tubuh yang berjalan di trotoar tugu tidak menghadirkan telinga: hasil dari pulau-pulau. Tembok gedung-gedung masih berdebu seperti anak yang dilahirkan dari rahim melankolis. Akhir januari gajian, ingin membeli seluruh gedung, warisan dari pulau-pulau. Menujumu banyak sejuta persimpangan, jalan naif yang tak jarang penipu numpang lewat. Ajarkan saya berlapang dada
— Tangan kita melukis poster bioskop. Bersama namamu kosakata dari kedipan Tuhan, penonton terbanyak ditonton oleh badut-badut yang judulnya kita buat. Di belakang cerita kau hidup, tirai-tirai dan lampu terus direnovasi. Mengikuti kuis yang diundi setiap minggunya. Catatan hampir usai, usia ketiak dan kawan-kawan hampir mirip kebun yang tumbuh kamboja. Selamat datang hari lahir
Sidoarjo, 2 Februari 2021
Prapanca
1. Di antara pilihan melihatmu lebih dewasa adalah jawaban.
Aku tak punya keinginan lain selain melestarikan apa yang ada di dadamu menjadi keinginan bersama. Dapat dibaca tanpa harus berurutan (tidak ada yang mengajak), karena di depan setiap kata ada dirimu.
Setelah aku kehilangan, apa yang telah tercuri oleh rimba kotaku. Tiba-tiba senyummu jadi tersangka paling utama
2. Mendahului andai bukan berarti engkau harus berucap sabar.
Dua langkah di belakangmu, bayangmu, busanamu. Mengunggu sepakat mengintip takdirku sendiri. Kecantikan jadi pembeku: telur yang awet, rempah-rempah hijau, dan air sejuk. Gadis itu lukisan belum diwarna pada keajaiban, setidaknya. Ada lelaki sebaya dirimu dalam diriku. Perkenalkan
3. Dirimu yang lain datang bertanya padaku perihal ingin ditanyakan, ketika mimpi masih sibuk berayun di bola mata hitam besarmu.
4. Keesokan hari pertama manusia baru dilahirkan, ia ingin hadir lebih nyata dari lukisan atau lebih anggun dari kecantikannya. Separuh bahasaku pudar, lampu kamar ikut menemani penerang jalan-jalan di sekitar Bandara Malikussaleh. Sebab lusa matahari muncul lebih lama sekitar 20 jam sehari, selama aku belum menamatkan bait-bait ini. Sebelum sakit tumbuh indah seperti cerita di novel Charles Dickens
5. Tidak perlu menggunakan banyak kata. Di bait ke lima aku menaruh besar harapan
Sidoarjo, 30 Januari 2021
Lantai Kota
Aku sepasang bahasa yang ditulis oleh jalan raya
Lalu ditafsirkan berbagai agama suku budaya
Aku tubuh kecil individu didorong dalam ranah kolektif
Adalah mereka yang simpang siur dengan terjemahan konsumtif
Aku kehilangan dunia pulang
Telapak kaki mulai takut semua hal berbau rumah
Mungkin atau pasti jadi taruhan seisi kota
Secuil relevansi terbingkai semu dalam biografi (saya tidak mati)
Sebagian dari mereka singgah
Aku tak pernah ada
Keluargaku pohon serta nyanyian burung
Rantingnya gelitik kuping mengalihkan dari suara bising
Saya sungai mampu menjamah tubuhmu
Saya gunung dengan sejuk tiup sepoi rindangku
Dengan sinarnya hitam menjadi hijau
Aku adalah saya yang berpura-pura
Aku tubuh kecil individu didorong dalam ranah kolektif
Adalah mereka tetap simpang siur dengan terjemahan konsumtif
Trenggalek, 9 Oktober 2019
Kekasih Kecil
Huruf-huruf kecil mulai berdatangan ke suatu tempat, dengan jumlah tak terhitung meminta menggambar wajah menjadi sajak di seuntai kertas. Di dalam kepalaku
Maksud huruf ini sungguh sederhana, hanya ingin mengenangkan peristiwa: kepadaku yang pikun. Dari wajah tersusun puluhan sajak, di dalamnya terdapat rok panjang atau kemeja kusut sebab ulah tanganku.
Di tuli kedua telingaku berdenging lirih isak bahagia, denyut detak langit birunya turun ke ubun-ubun. Wajah kecilku adalah bagian dari wajahmu yang agung
Fakta noda lintasi norma tak lepas dari kehendakmu, aku pasrah demi nafasnya yang melalui hidungku.
Sidoarjo, 1 April 2020
Sedang Menulis Pesan….
Mendekati sore yang kuingat hanya tegukan air pagi tadi, malam adalah makam peristirahatan menuju kekal, waktu dan gravitasi menumbuhkan rambut mengeringkan mulut lalu memejamkan mata.
Pikiran menggerakkan tangan pikiran digerakkan Tuhan, sepantas apa aku meminta hak?
Disini hamparan sangat menggoda
Dunia mengajak berpikir bulat tanpa tepian, memindahkan gambar menyuarakan & melagukan sajak. (Lalu)
Sembahyang biar badan sehat rejeki lancar,
Ibadah menjadi senam atau simbol untung rugi. kemarin akan kembali pada hari ini
Aku berani tak jadi apa-apa
Hidup jauh tertulis sebelum laut berombak Pena Tuhan ada sebelum Malaikat bersayap
Tiap menit ibuku melahirkan daya ingat di kepala yang tak pernah dia lahirkan,
Mengingatkan bahwa semua yang kulihat adalah mimpi dengan segala pertanggung jawaban. Bangunlah sebelum disadarkan
Keyakinan terlelap pulas dipundak Tuhan
Kemesraan lebih mulia daripada ibadah, lalu ayat-ayat membicarakanku.
“Keluarlah dari lingkaran apabila sudah menemukan cinta maka penderitaan dibakar menjadi taman indah.”
Diantara adegan itu guru sebagian gurau.
Aku serius menulis ini tapi aku tidak yakin bahwa aku yang menulisnya.
Sidoarjo, 27 Juli 2020
Karya : Muhammad Ridwan
Lahir di Surabaya. Akif menulis puisi dan melukis. Beberapa kali ikut pameran lukisan. Saat ini menjadi salah satu anggota Tim Kreatif Festival Sastra Sidoarjo 2021.