Tuan, pinjami kami lambung
perut kami wahana bermain
disegel pandemi
berlumut tanpa pengunjung
usus menjelma jari
dan meremas dirinya sendiri
Pinjami kami lidah
agar bisa mengeja kenyang
cecap kami anyir asam lambung
tersapu ombak peristaltik ke bibir pantai lapar
mulut menjelma pesisir
yang melumat pasirnya sendiri
Setelah kami pinjam itu perut,
pergilah engkau ke ruang sidang
dengan lubang abdomen menganga
suarakanlah suara-suara
gelegak asam lambung
retakan bibir haus
desisan usus kami yang aus.
Arisan
Ambulans lari terbirit-birit
Ia dan maut salip-menyalip
Tes Swab sedang diobral
Siapa positif dapat diskon besar
Tukang gali menanam jenazah
Kubur gembur oleh wabah
Vaksin mengulur tali antri
Pendaftar tersandung fotokopi
Corona masih sibuk arisan
Mungkin besok kau dapat giliran.
Mengeja
Anakku yang balita
kalah pintar dari Corona
Si wabah semakin pandai mengeja
aksara Latin berakhiran -a
Sabda
Beruang yang rendah hati
memeluk tubuhmu yang ringkih
setelah kau minum tajin
beras putih
Ia berkata,
“Aku bukan apa-apa,
tolong sampaikan sabdaku ini
pada mereka yang berebut di sana”
Cap Lang
Pada sebotol minyak kayu putih
harapanmu yang kanak-kanak
memijati gigih yang menua
sering kembung dan masuk angin
Radio menyiar kabar wabah
Mayat warga dikubur ibu negara
Bapak sibuk mengundang investasi
Sambal memahat nisan sendiri
Petang menjerang ketakutan
lalu kau rebus resah
Televisi menayang iklan
“Buat wabah kok coba-coba”.
Di Balik Jendela
Yang terduduk di balik jendela
adalah ibu bernama kesadaran
Ibu sering tak pulang
kecuali untuk tidur dan makan
Ibu sekarang bekerja dari rumah
dapur angan-angan kembali dijamah
ia memasak lagi waktu yang terlanjur basi
Ia tata kembali meja yang terlanjur lupa
Yang berdiri di balik jendela
adalah ayah bernama penyesalan
ayah tak pernah mendiami
rumah yang ia cicil setengah mati
Ayah sekarang bekerja dari rumah
menambal jendela yang mulai pecah
Ia buka buku catatan hutang
waktu anaknya yang tak sengaja ia buang
Yang bermain di balik jendela
adalah anak bernama keriangan
kini rumah tak hanya bangunan
diasuh pembantu pagi hingga petang
Anak bermain dengan bapak dan ibu
menghapus daftar utang di buku
Dapurnya kembali menguarkan rindu
Jendela kembali menyiratkan haru
Di depan jendela terbujur jalan sepi
Bapak, ibu dan anak melihat ke dalam
rumahnya sendiri.
Arnis Silvia lahir di Jember, 24 Februari 1988. Menulis tiga buku puisi tunggal dan beberapa antologi. Sempat mengajar Creative Writing di University of South Australia, dan saat ini bergabung dengan komunitas Dari Negeri Poci dan Komunitas Puisi Bekasi.