I
aku dibuat dari api seperti halnya iblis diciptakan
jika aku musnah maka mudah saja aku menjelma kembali
tidakkah kau ingat suatu kisah masa silam?
iblis tak sudi menyembah Adam lantaran dirinya
diciptakan dari api, sementara Adam hanya tercipta dari tanah
maka begitulah. tak sudi aku bersentuhan dengan hukum
tak ada hukum dalam duniaku
II
lihat dinastiku
tak akan tumpas oleh amukan demonstrasi
atau sekadar caci maki tiada henti
karena sebagai api aku telah mengasapi segenap urat nadi
darah daging dan pribadi
III
tidak ingatkah kau kisah Nuh dengan perahunya?
tak perduli aku adalah Kan’an, jantungku telah didenyutkan
oleh detak korupsi
ingat pulalah ayah Ibrahim
ia menjadi bagian dari apiku
sepenuh kesadaran menjelma sebagai pertentangan
dari masa ke masa, zaman dan pergantian dinasti
tak akan tumbang apiku, membumbung ke langit tinggi
IV
tak ada hukuman mati untukku
karena yang menciptakan hukuman mati
akan membunuh dirinya pula
bukankah kau tak mau mati bersamaku?
V
maling ayam, pencuri sandal, pencoleng kayu,
polisi memborgolnya seperti benar-benar maling
menembaknya di kaki jika lari
memukulnya di punggung jika memberontak
menendangnya di pantat jika pura-pura sakit
dan memberinya seragam tahanan yang selusuh pasar kampung
dengan nomor-nomor seri menjijikkan
sedang aku?
dijemput dengan ketertiban
jika aku ke luar negeri, aku dijemput dengan rombongan khusus
jika aku akan diadili kemudian pura-pura sakit
cukup surat keterangan dokter maka ditundalah peradilanku
seperti halnya anak sekolah berkirim surat izin pada guru kelasnya
dan aku boleh tetap memakai dasi kebanggaanku
meski aku duduk di kursi pesakitan
VI
begitu manis perlakuan hukum kepadaku
tak perduli api-api dariku telah membakar kenyamanan hidup rakyat
karena hukum takut menyentuhku
karena terkadang hukum menjadi tunduk padaku begitu mengenalku
begItu pundi-pundi hukum kualiri permata
VII
maka, hingga dinasti siapapun di negeri ini
apiku akan tetap menyala
berkobar membakar ujung-ujung jari demokrasi
siapa yang kebal terhadap apiku?
Tanah Berkapur, 2021
Karya : Juwairiyah Mawardy
Penyair perempuan kelahiran Sumenep. Menulis puisi sejak usia sekolah. Beberapa sajaknya terkumpul dalam antologi bersama, Nuansa Diam (1995), Surat Putih (2002), Negeri Terluka (2005) dan Perempuan Laut (2016). Bekerja sebagai advokat desa dan aktivis sosial. Aktif di komunitas literasi Kata Bintang. Tinggal di Sumenep.