Judul | : | Vegetarian |
Penulis | : | Han Kang |
Penerbit | : | PT Bentara Aksara Cahaya |
Jumlah Halaman | : | 220 Halaman |
De Groene Amsterdamer, sebuah majalah berita mingguan Belanda independen yang diterbitkan di Amsterdam menuliskan, novel Vegetarian bak sebuah kamar yang penuh dengan bunga raksasa yang meruapkan aroma merangsang. Menguarkan godaan-godaan erotis dari beberapa adegan puitis yang menggairahkan sekaligus mencekam. Tak berlebihan. Sebuah pujian sekaligus kekaguman yang pantas untuk disematkan.
Vegetarian memang sebuah racikan yang cermat antara pelbagai unsur memikat yang berkelindan dan mewujud sempurna. Kelam, sensual, “brutal”, artistik, misterius, yang lantas diramu dengan sentuhan sastra. Takaran pas ini menjadikan novel Vegetarian menawarkan sensasi berbeda pada sebuah pengalaman membaca.
Dialah Han Kang. Penulis yang membawa Vegetarian meraih Man Booker International Prize sebagai novel terjemahan terbaik dari seluruh dunia. Wanita berimajinasi “liar” kelahiran Gwangju, Korea Selatan ini, berhasil menyisihkan karya-karya penulis hebat sekelas Orhan Pamuk, Kenzaburo Oe dan Eka Kurniawan.
Vegetarian merupakan novel yang dirilis Han Kang berdasarkan cerpennya yang berjudul The Fruit of My Woman, yang ditulisnya pada tahun 1997. Penulis Mata Malam ini juga kerap meraih sejumlah penghargaan sastra bergengsi dinegerinya, termasuk hadiah sastra Yi Sang dan Manhae.
Vegetarian dibuka dengan mengisahkan cerita dari sudut pandang suami pelaku utama (Young Hye) yaitu Mr Jung. Pria ini digambarkan resah atas perubahan aneh yang terjadi pada istrinya. Young Hye mulai menghindari makan daging hingga tubuhnya menyusut bak mayat hidup. Bagian ini minus dialog dari tokoh utama. Tak ada percakapan samasekali antara Young Hye dan suaminya. Namun deskripsi mimpi-mimpi mencekam, yang mendasari Young Hye memutuskan diri menjalani vegetarian, seolah menjadi simpul awal kelamnya depresi yang mulai dimunculkan penulis. Young Hye digambarkan kerap menjalani malam-malam mengerikan, akibat mimpi buruk yang menghantui tidurnya. Pada bagian ini, pembaca barangkali juga akan mulai menerka-nerka siapa sesungguhnya sosok Young Hye.
Han Kang kali ini tak canggung dalam memilih diksi. Semua adegan dipaparkan natural apa adanya dengan pilihan narasi yang lugas. Barangkali sedikit terkesan erotis dan sadis. Bahkan penulis berani memunculkan “kejutan” ini sejak awal cerita maupun pada bab pertama, lewat gambaran mimpi Young Hye. Han Kang seolah tak ingin memanjakan pembacanya dengan kisah “manis” menginpiratif ala-ala gaya hidup kaum vegetarian. Bahkan bisa jadi, melalui novelnya kali ini, ia ingin membuka tabir dan menyadarkan pembacanya tentang imaji “gelap” para vegetarian.
Pun pada bab kedua, yang dituturkan dari sudut pandang kakak ipar pelaku utama. Bab ini seolah turut melengkapi daya erotis sekaligus miris dari kehidupan “kelam” Young Hye. Sang kakak ipar yang merupakan sosok seniman visual, sejatinya selalu terangsang setiap kali melihat Young Hye. Dia menjadikan tubuh Young Hye sebagai media lukis sekaligus obyek imajinasi seksualnya. Tak berhenti disitu. Young Hye yang digambarkan naif, juga dijadikan obyek pemenuhan biologis sang kakak ipar tanpa ia mampu menyadari. Han Kang merekonstruksi bagian ini dengan cermat dan menuturkannya lepas. Bab ini menawarkan kilasan adegan sensual, namun disajikan lihai dengan bingkai sastra. Sehingga pembaca tetap nyaman menikmati jalan cerita tanpa terasa tabu dan vulgar.
Kekelaman juga dikisahkan pekat di bab ketiga. Di bagian terakhir ini, In Hye, kakak perempuan Young Hye mengambil alih sudut pandang. In Hye merupakan satu-satunya sosok yang menemani Young Hye hingga titik akhir. Dengan caranya sendiri, ia mencoba mengerti kondisi keterpurukan Young Hye, tak terkecuali metamorfosanya saat memilih menjalani kehidupan bak pepohonan. Penderitaan dan sisi kelam Young Hye yang coba diimajikan sempurna, memutuskan Han Kang memilih akhir cerita yang mungkin tak diduga sebagian besar pembaca.
Terlepas dari kerap beralihnya sudut pandang cerita, novel setebal 220 halaman terbitan Bentang Aksara Cahaya ini, tetap memberikan pengalaman membaca satra yang berbeda. Barangkali sedikit membuat rancu pemahaman diawal membaca akibat sudut pandang yang bias, namun vegetarian tetap menggoda untuk terus dinikmati. Tak banyak tokoh dihadirkan. Tak banyak nama disebutkan. Bahkan beberapa tokoh hanya dipanggil dengan menggunakan kata ganti atau sekedar inisial. Namun terlepas dari itu semua, Vegetarian tetap merupakan sajian padat gizi yang layak untuk diapresiasi. Selamat membaca.